Dalam diskusi dengan beberapa pemain mikrokontroler, ada satu isu yang mengemuka, apakah kita akan bertahan dengan idealisme? Artinya, setiap pengguna mikrokontroler haruslah menggunakan bahasa assembly sebagai bahasa pemrograman, atau lebih fokus pada aplikasi, tanpa menghiraukan bahasa pemrograman yang digunakan?
Harus diakui, belajar assembly tidak mudah. Sehingga, dalam masa pembelajarannya, kerap kali, kita kehabisan waktu, sehingga banyak proyek menjadi terbengkalai alias tidak selesai.
Dalam diskusi tersebut, muncul perdebatan yang sangat hangat. Perdebatan baru berhenti setelah seorang teman yang sangat senior berkata, “Kalian memperdebatkan idealisme, siapa paling hebat dalam hal assembly. Mohon maaf, berapa banyak aplikasi yang sudah kalian buat?”
Saya kira, soal bahasa pemrograman yang digunakan, tidak perlu diperdebatkan. Yang penting, hasil atau aplikasinya ada, selesai dan bisa segera dimanfaatkan. Menggunakan assembly tidak masalah. Menggunakan C atau BASIC pun tidak masalah. Terkadang, pengguna mikrokontroler merasa kurang afdol kalau belum menguasai assembly. Ya, silahkan saja. Yang penting, jangan sampai kehabisan waktu, sementara proyek yang dikerjakan tidak kunjung selesai 🙂
Harus diakui, untuk proyek yang menuntut respons yang segera (real time), mau tidak mau, suka tidak suka, assembly adalah pilihan. Untuk kebutuhan seperti ini, mikrokontroler yang digunakan pun harus gegas dan memang dikhususkan untuk operasi real time.
Namun dalam perkembangan terakhir, terdapat fenomena yang menarik untuk disimak. Ada sebuah pergeseran konsep disain yang dilakukan oleh sejumlah pengembang chip mikrokontroler. Dua varian, AVR dan PIC, menggunakan rujukan Bahasa C dalam pengembangan sejumlah produknya – C Optimized. Artinya, chip-chip tersebut memang dirancang untuk diprogram secara optimal dengan Bahasa C.